Kamis, 16 Mei 2013

Dampak bentuk pemerintahan desentralisasi

Ketika kita berbicara kelemahan dan kelebihan  dalam pelaksanaan otonomi daerah (Disentralisasi) daerah maka yang terbayang di depan mata kita adalah:
Namun yang jelas kelemahan sistem disentralisasi adalah pertama; permasalahan keterlambatan di terbitkanya PP tentang pembagian urusan. Kedua; masih engan dan setengah hati pemerintah dalam mendelegasikan kewenangan kepada daerah, hal ini terlihat dari masih adanya balai pelaksanaan teknis pusat di daerah yang di bentuk oleh departemen teknis, pelaksanaan pembiayaanya bersumber dari pusat yang konsekuensinya berkurang inovasi dan kreatifitas di daerah dalam melaksanakan ke wenanganya. Ketiga; sistem hukum dan pembuktian terbalik masih absurd atau kabur sehinga muncul keraguan satuan kerja dalam melaksanakan program atau kegiatan di daerah. Keempat; adalah Belum optimalnya pengelolahan sumber daya yang berakibat pada rendahnya PAD, hal ini berimplikasi pada rendahnya Rasio PAD terhadap APBD. Kelima; belum optimalnya penerapan sangsi dan penghargaan bagi sumber daya manusia aparatur di daerah.

Keenam; pemekaran yang semakin terus berlanjut di daerah ini adalah ego bagaimana berbagi bagi kekuasaan atau orang tidak mendapat bagian kekuasaan di daerah mencoba memekarkan daerah yang akan menghabiskan APBN negara. Ketujuh; Korupsi pemindahan ladang korupsi dari pusat kedaerah. Kedelapan; konflik vertikel dan herizontan, misalnya dalam pelaksanaan pilkada .

Ketujuh; Kelemahan sistem disentralisasi adalah munculnya pilkada langsung yang banyak menghabiskan dana dan rawan konflik. Ongkos yang di bayar untuk pilkada (Ongkos Demokrasi) sangat mahal di Indonesia adalah konsekuensi pelaksanaan ot onomi daerah. Artinya adalah, Bensin demokrasi tidak sejalan dengan janji kesejahteraaan ternyata hari ini  rakyat tetap berada di bawah garis kemiskinan, bayangkan 50 triliun untuk pilkada di Indonesia ini memang gila yang benar aja. Kalau di belikan beras berapa ton Allahualam Bissawwab.

Fenomena yang dapat  kita analisa di Indonesia hampir setiap hari berlangsung pilkada Setahun terdiri dari 360 hari, sedangkan jumlah daerah kabupaten /kota sekitar 400 dan 33 Propinsi. Sementara Sumatera Barat dari tingkat II dan tingkat I punya 400 nagari yang di pimpin oleh wali nagari. Artinya adalah hampir 2-3 daerah melaksanakan Pilkada serentak dalam satu hari ”dikutip dari wartawan senior Marthias Pandoe”.

Pengalaman rezim Orde Baru dengan pendekatan sentralisasinya memperlihatkan bahwa pendekatan ini memang mampu menstabilkan kondisi politik, osial, dan ekonomi secara cepat, tapi ternyata ini rapuh dalam jangka panjang tidak mampu membendung gejolak, karena itu muncul kemudian desakan kepada pemerintah pusat agar manajemen pemerintahan di kelaola dengan sistem disentralisasi dan memperluas otonomi daerah pemrintah daerah yang kuat.

Otonomi adalah kebutuhan yang sulit di hindari untuk negeri seperti Indonesia yang mempunyai wilayah luas, penduduk, pulau terbanyak dan etnis yang banyak, 203 juta jiwa dengan latar belakang sosial yang berbeda, dengan sangat mungkin dalam jangka pendek, menegah kebijakan disentralisasi dan otonomi daerah akan menimbulkan gejolak, tetapi dalam jangka panjang  otonomi daerah dapat menstabilkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.

Tidak mengherankan jika di samping mendapat dukungan kuat masih banyak yang melihat kebijakan otonomi daerah adalah sebagai “ancaman, tantangan, hambatan, terhadap NKRI”, pertanyaannya apakah pemerintah mampu mengontrol agar gejolak yang pasti itu tidak sampai meruntuhkan bangunan negara ini, salah satu yang di takuti adalah birokrat yang melaksanakan otonomi daerah saat ini juga adalah mereka yang sebelumnya yang menjadi pelaksanaan pemerintah sentralistik yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Selama tiga dekade aparat pemerintah termasuk polisi lebih peduli melayani kepentingan eksekutif untuk mempertahankan kekuasaanya dari pada publik. Meskipun ancaman meletupnya gejolak tidak boleh diabaikan begitu saja, tetapi ancaman yang lebih besar akan muncul jika kita menutup kesempatan untuk berotonomi daerah.

·       Kelebihan Disentralisasi

Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas sistem yang kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen yang berada di dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah.

Dalam hal ini kelebihan sistem disentralisasi dapat di simpulkan Pertama  disentralisasi, adalah konsep untuk memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesiadibangun secara kokoh dari kemajemukan daerah dan suku-bangsanya.

Kedua disentralisasi, adalah konsep untuk membuat pembangunan daerah lebih baik, rakyatnya lebih sejahtera, dan karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat negarabangsa Indonesia itu sendiri.

ketiga disentalisasi, adalah konsep untuk mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada gilirannya diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia.

Keempat disentralisasi, dibangun dalam konteks demokrasi, dan harus memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi daerah digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan apakah otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa.

Sesunguhnya ketika kita berbicara Otonomi Daerah (OTODA) Dentralisasi dan pilkada siapa yang tidak kenal dengan istilah ini bahkan anak SD sudah mengetahuinya bahasa pilkada dan otda. Adapun yang menjadi pertanyaan oleh kita bersama adalah; kenapa kita harus Otonomi daerah dan Pilkada?

Adalah kerena yang pertama; wilayah kita sangat luas dari sabang sampai meroke. Kedua; wilayah NKRI berbentuk kepulauan, kalau sentralisasi di paksakan maka pemerintah tidak berjalan dengan baik. Ketiga; Banyak wilayah NKRI terletak di daerah terpencil (Remote Area).

kelima; kelebihan disentalisasi adalah mampu memperkuat persatuan dan kesatuan , karena Indonesia hari ini Penduduk Negara Republik Indonesia terbesar nomor empat di dunia.

keenam; disentalisasi salah satu kelebihanya adalah dapat menghargai kearifan lokal atau variasi local terbukti  penduduk Indonesia yang multikultural 10.64 etnis di Indonesia. Nah ini lah yang barangkali melatarbelakangi kita mengapa harus Pilkada dan Otda?.

Dalam pelaksanaan Otonomi daerah kita melihat masih terjadi Kegamangan dalam pelaksanaan Otda. ”Pusat mengklaim daerah kebablasan sementara daerah mengklaim pusat setengah hati” Otonomi kita adalah hanya di Kabupaten sementara di Propinsi tidak, sebab pusat masih takut setengah hati (ekor di pegang kepala di lepas).

Sekedar mencontohkan banyaknya terjadi korupsi di daerah bahkan seorang Bupati tidak lagi segan dengan seorang presiden. Kendala Otoda selanjutnya adalah, daerah masih belum mandiri, ini terbukti ketika Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah atau subsidi di berhentikan maka pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten akan ‘mencret’ adalah kerena, daerah belum mandiri dalam mengenjot dana APBD, belum kreatif meningkatkan anggaran pendapatan belanja daerah artinya masih tergantung kepada pemerintah pusat.

Bahkan angaran untuk membayar angota dewan saja tidak cukup angaran daerah menangungnya. Artinya adalah Otda kurang mampu menjadikan daerah mandiri dalam angaran belanja. Kelemahan Otoda sampai hari ini berhubungan dengan kewenangan. Artinya kewenangan antara pusat dan daerah dalam pendidikan juga belum jelas, masih abu abu contoh sederhananya adalah yang menjadi kewenangan daerah kabupaten adalah SD, SMP ini di urus oleh kabupaten kota, akan tetapi SMA dan perguruan tinggi di urus oleh pemerintah propinsi nah ini yang barangkali sampai hari ini belum jelas.

Namun Yang jelas berbicara pilkada Indonesia, kita dalam kemajuan demokrasi negara  yang paling meroket demokrasinya di Asia. Ternyata Indonesia adalah negara yang memiliki demokrasi (Political High) dibandingkan dengan bangsa lain. Kita di puji oleh negara maju dalam perkembangan demokrasi yang berjalan dengan cepat.

Nah konflik dalam pelasanaan pilkada, adalah bagian dari warna warni demokrasi dan wajar saja,  tapi boleh di bilang pilkada hampir di seluruh daerah sukses hanya sebagian kecil terjadi konfrontasi dalam bentuk konflik di daerah. Namun yang jelas sedikit lagi kita sukses. Bahkan di daerah konflik seperti Aceh Pilkada berjalan dengan aman, tentram kondusif dan tertib. Pilkada harus kita dukung dan kita harus optimis jangan kita langsung stop pilkada terlalu pesimis.

Kemudian yang menjadi permasalahan menarik di sini adalah; perlukah di lakukan Amandemen UUD 1945 untuk kelima kalinya, untuk memperkuat peraturan  Pilkada dan Otoda? Jawabannya adalah undang undang adalah buatan manusia jadi tidak tertutup kemungkinan untuk berubah sesuai dengan perkembangan zaman. 

Jadi tidak tetutup kemungkinan untuk di rubah, alquran adalah buatan Allah kekal sepanjang zaman. namun yang menjadi persoalan kemudian adalah kadangkala akar permasalahanya tidak lebih dari penggalan pristiwa ”sekedar mencontohkan adalah ketika badan kita panas maka yang terbayang di depan mata kita adalah ini adalah Flue, tanpa pikir panjang langsung kita kasih Bodrex tapi ternyata kita telah terjebak padahal Flue hanya gejala kita lupa ternyata ginjal kita kembuh.”

l  Pengertian  Disentralisasi



                   Pengaturan tentang Hubungan Kekuasaan Pusat dan Daerah.
                   Pengaturan tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Tujuan otonomi daearah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.

Mengapa disentralisasi perlu, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai wahana pendidikan politik di daerah. Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional. Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah. Untuk memberikan peluang kepada masyarakat utntuk membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan. Sebagai sarana bagi percepatan pembangunan di daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

l  Desentralisasi : penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.

l  Dekonsentrasi : pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Essensi Desentrasilasi dan Otonomi Daerah

Kendati tidak dikemukakan secara eksplissit, hampir sebahagian besar Analis sepakat untuk mendefinisikan otonomi daerah sebagai a freedom which is assumed by a local government in both making and implementing its own decisions (Mawhood, 1987). Atau bahkan, dalam beberapa hal, otonomi daerah telah didefinisikan dengan merujuk pada rumusan Konsep Otonomi yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl dan Charles E.

Lindblon (1953, yaitu: the absence of immediate and direct control. Lebih jauh, Dahl dan Lindblon mengatakan: an individual’s responses are autonomous or uncontrolled to the extent that no other people can bring about these responses in a definite way. Berbeda dengan definisi otonomi daerah, definisi desentralisasi terlihat lebih bervariasi. Mawhood (1987:4), misalnya, mendefinisikan desentralisasi sebagai the devolution of power from central to local government.

Sementara Rondinelli dan Cheema (1983: 18) mendefinisikan desentralisasi sebagai the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organisation, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organisation, local government, or non-government organisation.

Relatif bervariasinya definisini desentralisasi ini sebenarnya dapat dipahami, karena seperti dikemukakan Diana Conyer (1983: 99), sejak dekade 1970-an, studi  desentralisasi tidak lagi dimonopoli oleh disiplin ilmu politik dan administrasi negara, tetapi telah menjadi objek kajian disiplin ilmu lain, seperti, ilmu ekonomi dan antropologi. Sebagai salah satu konsekwensi logis dari kecenderungan ini, desentralisasi pun telah didefinisikan tidak saja berdasarkan disiplin ilmu, tetapi juga berdasarkan kepentingan dari institusi yang melakukan kajian.

         Pengertian Otonomi Daerah

Inti dari pelaksanaan otonomi daerah terletak pada hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah, karena hal berikut yang menjadi sangat penting. Pertama pemerintah pusat dituntut agar jujur dan rela melaksanakan UU No 32 Tahun 2004 dan Undang Undang No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah .

Kedua undang undang tersebut menyentuh pemerintah pusat untuk memberikan sebagian kewenanganya kepada pemerintahan daerah. Namun kita sadari kesulitan yang di hadapi oleh pemerintahan pusat ketika membuat keputusan yang di rasakan adil oleh pemerintahan daerah misalnya dalam alokasi dan, pemerintahan daerah juga perlu sabar dan lebih realitis ketika melakukan tahap tahap pelaksanaaan kedua undang undang tersebut.

Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan reformasi. Ia merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara bangsa dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia.

Dalam konteks itu otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan kongruen antara pusat dan daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun? Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan.

Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak.  Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya.

Sumber: http://pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:kelemahan-dan-kelebihan-desentralisasi&catid=8:makalah&Itemid=103

Persatuan dan kesatuan mulai pudar, mengapa?

Sebagai warga negara dari sebuah negara kesatuan adalah wajar apabila senantiasa mendambakan "persatuan dan kesatuan". Logikanya, dengan persatuan dan kesatuan yang solid, negara akan tumbuh dan berkembang semakin baik, semakin sejahtera dan mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam kesetaraan. Namun sampai dengan usia negara yang hampir 56 tahun, tampaknya bangsa belum menemukan model persatuan dan kesatuan yang tepat. Persatuan yang pernah ada masih tampak terbentuk oleh "tekanan" dan cenderung situasional.

Pada masa perang kemerdekaan, persatuan bangsa terbentuk karena perasaan senasib dan sependeritaan akibat hidup dibawah tekanan bangsa penjajah. Sedangkan pada masa Orla dan Orba, persatuan dan kesatuan bangsa yang ada, cenderung dikarenakan sososok seseorang yang karena kelebihannya masing-masing mampu berperan sebagai "pengikat" persatuan. Baik dimasa Orla maupun Orba, kita sebagai bangsa pernah merasa memiliki persatuan yang "kuat"- sekuat persatuan sapulidi. Namun model persatuan seperti itu terbukti sangat situasional dan tidak langgeng. Ketika "sang pengikat" mulai rentan dan akhirnya pudar kekuatannya, maka bersamaan dengan itu persatuan yang pernah terbentuk ikut tercerai berai persis seperti lidi-lidi yang tercerai berai akibat putus ikatan. Kemudian pada era reformasi malah tampaknya kita belum menemukan figur yang mampu berfungsi sebagai pengikat.

Mercermati perkembangan yang terjadi, mungkin sudah saatnya kita perlu merubah bentuk persatuan dan kesatuan dari model "sapulidi" menjadi persatuan dan kesatuan model "sambal" misalnya. Pada sambal, bahan bakunya merupakan persatuan dari Cabe, Garam, Terasi, Tomat, Gula dll. Kemudian bahan baku tersebut lumat bersatu menjadi suatu kesatuan yang disebut sambal, tetapi dalam cita rasanya tetap mewakiliki identitas dari masing-masing bahan baku yang digunakan, rasa pedas mewakili cabe, rasa asin mewakili garam, rasa asam mewakili tomat, dlsb.

Persatuan dan kesatuan model sambal, memang masih tergantung pada siapa yang membuatnya. Namun dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa, sipembuat bukan analog dengan seseorang yang mendapat mandat untuk berkuasa, akan tetapi analoginya adalah konstitusi dengan seperangkat landasan hukum yang berlaku bagi semua pihak. Konstitusi inilah yang harus tetap tegar "menguleg", mempersatukan komponen-komponen bangsa. Sedangkan bagi komponen yang dipersatukan juga dituntut kerelaan berkorban, menanggalkan semua simbol-simbol fisik yang dimiliki dan siap menyatu dengan komponen lain dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan beranalogi pada persatuan dan kesatuan model sambal, maka prioritas utama yang harus dikerjakan adalah agar semua komponen bangsa menjunjung tinggi Konstitusi negara. Jadikan landasan hukum yang berlaku sebagai alat pemersatu dan diberlakukan sama kepada setiap individu bangsa. Perbedaan pendapat dalam menanggapi suatu permasalahan adalah wajar bahkan diperlukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi dinamis. Hanya saja dalam penyelesaiannya tetap harus konstitusional, mengacu dan bermuara pada landasan hukum yang berlaku. Jika kondisi ini sudah terpahami oleh seluruh lapisan masyarakat dari setiap komponen, maka persatuan dan kesatuan bangsa yang kita miliki akan tetap langgeng, tidak akan lekang hanya karena pergantian pimpinan ataupun alih generasi.

Sumber: http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/05/23/0036.html
Sumber gambar: http://cakrawalaimajinasi.blogspot.com/2011/10/sajian-mengukuhkan-persatuan-part-ii.html

Alasan timbulnya tawuran warga disetiap daerah di Indonesia



Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran – Tawuran, kali ini DaunSingkong akan menjelaskan beberapa Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran. Kejadian ini adalah suatu hal yang sering atau bahkan biasa kita dengar, seakan – akan Tawuran ini sudah menjadi budaya di antara para pelajar. Sampai-sampai terjadi korban jiwa. Dan sungguh sadis, tawuran kali ini bukan hanya dengan main tangan, tetapi lebih dari itu menggunakan senjata tajam.

Sebenarnya ada beberapa faktor yang kami amati sebagai penyebab tawuran, yaitu kami bagi menjadi faktor internal maupun eksternal.

Faktor Internal

1. Kurangnya pondasi agama
Faktor internal yang paling besar adalah kurangnya didikan agama. Jika pendidikan agama yang diberikan mulai dari rumah sudahlah bagus atau jadi perhatian, tentu anak akan memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak mulia inilah yang dapat memperbaiki perilaku anak. Ketika ia sudah merasa bahwa Allah selalu mengamatinya setiap saat dan di mana pun itu, pasti ia mendapatkan petunjuk untuk berbuat baik dan bersikap lemah lembut. Inilah keutamaan pendidikan agama.

2. Lingkungan
Faktor lainnya yang ini masih masuk faktor internal adalah lingkungan pergaulan yang jelek. Dari lingkungan pergaulan yang jelek akan membuat seseorang terpengaruh dengan lingkungan itu sendiri.

Faktor Eksternal

1. Kurangnya perhatian dari orang tua.
Saat ini pendidikan anak sudah diserahkan penuh pada sekolah. Orang tua (ayah dan ibu) hanya sibuk untuk cari nafkah mulai selepas fajar hingga matahari tenggelam. Sehingga kesempatan bertemu dan memperhatikan anak amat sedikit. Jadinya, tempat curhat dan cari perhatian si anak adalah pada teman-temannya. Kalau yang didapat lingkungan yang jelek, akibatnya ia pun akan ikut rusak dan brutal. Beda halnya jika ibunya berdiam di rumah. Tentu dia akan lebih memperhatikan si anak. Inilah mengapa di antara hikmah Allah memerintahkan wanita untuk berdiam di rumah.

2. Faktor ekonomi
Biasanya para pelaku tawuran adalah golongan pelajar menengah ke bawah. Disebabkan faktor ekonomi mereka yang pas-pasan bahkan cenderung kurang membuat membuat mereka melampiaskan segala ketidakberdayaannya lewat aksi perkelahian. Karena di antara mereka merasa dianggap rendah ekonominya dan akhirnya ikut tawuran agar dapat dianggap jagoan. Jika anak walau ia berekonomi menengah ke bawah menyadari bahwa tidak perlu iri pada orang yang berekonomi tinggi karena seseorang bisa mulia di sisi Allah adalah dengan takwa. Pemahaman seperti ini tentu saja bisa didapat jika si anak mendapatkan pendidikan agama yang baik.




Jadi, yang terpenting dari ini semua adalah pendidikan agama dan pembinaan iman, dan tentunya peran orangtua juga tidak kalah penting. Itu semua adalah faktor penting yang membuat anak tercegah dari tawuran.

Sumber: http://daunsingkong.com/faktor-yang-menyebabkan-terjadinya-tawuran/

Pancasila merupakan dasar negara yang harus dilestarikan, kenapa?

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.



Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.




Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.




Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”




Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”




Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.




Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.


Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959,Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:


  1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Sumber: http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/01/pancasila-sebagai-dasar-negara/
Sumber gambar: http://delfiandriestory.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-filter-nilai-nilai.html